“Monas Nggak Sekadar Tugu, Tapi Jejak Ego, Harapan, dan Harga Diri Sebuah Bangsa” Jakarta siang itu gerah, tapi tak membuat kami urung niat. Monas menjadi tujuan kami hari itu—bukan karena viral di TikTok, bukan karena promo tur, tapi karena satu alasan sederhana: kami ingin menyentuh jantungnya Indonesia dari dekat. Aku, adikku, dan ibu kami. Bertiga, menantang panas dan riuhnya kota untuk satu pengalaman yang (ternyata) jauh dari kata biasa. Begitu kaki ini menjejak area pelataran bawah Monas, yang disebut Pelataran Cawan, aku seperti menginjak halaman sebuah buku sejarah. Di pelataran seluas 45x45 meter itu, pengunjung menyebar seperti semut mencari arah. Ada yang duduk bersila sambil ngemil, ada yang mengatur tripod, ada yang cuma diam menatap. Dan di tengah semuanya, Monas berdiri tegap. Sunyi, tapi berwibawa. Seperti seorang kakek tua yang tahu banyak rahasia, tapi memilih diam. “Ini tugu doang?” tanya adikku sambil mengerutkan dahi. Aku senyum kecil, “Tunggu sampai kamu...