Kisah Ritno Kurniawan Rintis Ekowisata Nyarai di Sumatera Barat & Berdayakan Pembalak Liar Sebagai Guide

Kita patut berbangga hati karena Indonesia sejatinya adalah negara yang sangat kaya dan memiliki banyak tempat-tempat yang indah dan menarik untuk dikunjungi.

Meski sayang, banyak tempat-tempat yang indah dan menarik tersebut sulit untuk dijangkau. Entah itu, karena kondisi jalannya yang jelek, medannya yang berat, atau karena memang belum dikenal secara luas.

Namun, kekurangan ini justru menjadi peluang tersendiri bagi mereka yang punya ide dan semangat untuk mengembangkan potensi daerahnya masing-masing.

Salah satu contohnya adalah Ritno Kurniawan. Seorang pemuda asal Sumatera Barat yang berhasil mengembangkan potensi wisata alam di daerah asalnya, hingga menjadi salah satu ekowisata terkenal di Sumatera Barat. Bagaimana kisahnya?

Kisah Ritno Kurniawan Mengembangkan Potensi Wisata di Kampungnya

Kisah Ritno Kurniawan mengembangkan potensi wisata di kampungnya bermula ketika ia yang merupakan alumni Fakultas Pertanian UGM merasa sedih masih maraknya pembalakan liar di Hutan Gamaran .

Kesedihan tersebut bermula dari kebiasaan warga setempat yang menjadikan kegiatan membalak sebagai profesi. Setiap hari selalu aja ada pohon-pohon dari Hutan Gamaran di sekitar kampungnya yang ditebang untuk kemudian dijual kepada para cukong.

Ritno Kurniawan yang merupakan warga asli sebenarnya sudah mengetahui bahwa aktivitas tersebut adalah aktivitas ilegal yang dapat menyebabkan kerusakan Hutan Gamaran.

Namun, bagi masyarakat di sekitar Hutan Gamaran, hidup mereka sangat bergantung pada hasil menebang pohon. Karena itulah, aktivitas ini berlanjut secara turun-temurun.

Kayu-kayu yang ditebang dari hutan biasanya akan dihanyutkan melalui sungai yang bermuara dari sebuah air terjun di dalam hutan.

Mengingat air terjun tersebut, suatu hari Ritno merasa kangen untuk mengunjunginya, karena memang, sudah cukup lama sejak terakhir ia bermain-main di sekitar air terjun tersebut.

Sesampainya di air terjun yang biasanya disebut sebagai air terjun Nyarai oleh masyarakat setempat, ia merasa terpesona dan mencoba membanding-bandingkan keindahan air terjun ini dengan beberapa spot wisata yang pernah ia datangi ketika kuliah di Jogja dulu.

Menurut pendapatnya, pemandangan di sekitar air terjun ini jauh lebih indah dibandingkan dengan beberapa objek wisata yang pernah ia datangi sebelumnya di Jogja dulu. Karena itulah, di benaknya terbersit niatan untuk mengembangkan potensi wisata air terjun Nyarai ini.

Setelah puas menikmati pemandangan dan mandi di lubuk air terjun Nyarai, Ritno kemudian pulang dan segera menyampaikan niatnya mengembangkan air terjun Nyarai sebagai ekowisata kepada para pemuka adat atau tertua di kampungnya. Niat tersebut disambut baik oleh para tetua yang kemudian mendukung Ritno untuk mengembangkan potensi wisata Air Terjun tersebut.

Kendala yang Dihadapi oleh Ritno dalam Mengembangkan Ekowisata Air Terjun Nyarai

Tapi niat baik Ritno ini bukan tanpa ujian. Sebelum kawasan Hutan Gamaran berubah menjadi salah satu kawasan ekowisata terkenal di Sumatera Barat, ada banyak halangan dan rintangan yang ditemui oleh Ritno dalam mewujudkan gagasannya tersebut.

Salah satunya adalah penentangan yang datang dari para pembalak hutan. Karena mereka merasa mata pencaharian mereka akan terganggu jika air terjun tersebut dijadikan sebagai objek wisata. Pasalnya, air yang mengalir dari air terjun ini mereka gunakan untuk menghanyutkan kayu hasil menebang di hutan.

Tapi setelah Ritno mengajak masyarakat yang kurang setuju untuk berembuk secara kekeluargaan, mereka pun pada akhirnya bisa menerima dan justru mendukung.

Setelah semua masyarakat setuju, termasuk suku-suku yang mendiami Hutan Gamaran, Ritno dan masyarakat mulai bergotong-royong membangun sarana dan fasilitas serta memperbaiki jalan yang ada. Meski sederhana namun fasilitas dan jalan yang sudah diperbaiki membuat objek wisata Air Terjun Nyarai menjadi lebih layak untuk dikunjungi.

Kawasan Ekowisata Nyarai Semakin Populer

Ekowisata kawasan Hutan Gamaran dan air terjun Nyarai saat ini sudah menjadi salah satu destinasi wisata populer di Sumatera Barat. Ekowisata yang mulai dibangun pada tahun 2013 ini mendapatkan sambutan yang antusias dari masyarakat sekitar. Hanya dalam kurun waktu 1 tahun, ekowisata ini mengalami popularitas yang luar biasa.

Salah satu momen paling berkesan bagi Ritno terjadi pada Maret 2014, ketika jumlah kunjungan ke kawasan ekowisata yang dikelolanya mencapai 9.000 orang hanya dalam satu bulan. Angka ini menjadi pencapaian awal yang membesarkan hati, mengingat upaya yang ia rintis bersama masyarakat setempat tidaklah mudah.

Keberhasilan tersebut bukan hanya mengindikasikan potensi besar kawasan ini, tetapi juga menguatkan tekad Ritno untuk terus mengembangkan ekowisata Hutan Gamaran dan Air Terjun Nyarai sebagai destinasi yang menarik dan ramah lingkungan.

Sejak saat itu, jumlah pengunjung terus mengalami peningkatan. Data pada tahun 2021 menunjukkan bahwa total kunjungan telah mencapai sekitar 100.000 orang, dengan 20.000 di antaranya merupakan wisatawan asing.

Hal ini membuktikan bahwa keindahan dan keunikan kawasan ini telah menarik perhatian, tidak hanya wisatawan domestik, tetapi juga wisatawan dari mancanegara.

Wisatawan asing yang datang rata-rata tertarik pada konsep ekowisata, serta pengalaman langsung menikmati alam yang masih terjaga dan keindahan khas Sumatera Barat yang jarang ditemukan di tempat lain.

Peningkatan jumlah pengunjung ini sudah pasti memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat sekitar.

Salah satu yang sangat merasakan dampaknya adalah para (mantan) pembalak liar yang 80 persennya kini menjadi pemandu wisata.

Jika dahulu, para pembalak hanya bisa menghasilkan Rp150.000 dalam waktu 1 minggu dari hasil menjual kayu, kini, rata-rata pendapatan harian mereka bisa mencapai Rp50.000 hingga Rp80.000 per hari.

Tapi yang paling menggembirakan, kayu-kayu di hutan tidak lagi ditebangi untuk dijual. Kalaupun ada masyarakat yang masih menebang kayu di hutan, biasanya mereka akan menggunakannya untuk kebutuhan pribadi seperti memperbaiki rumah atau untuk membangun jembatan, dan berbagai kebutuhan masyarakat ramai.

Ritno Kurniawan Terpilih Menjadi Finalis SATU Indonesia Awards

Selama bertahun-tahun, Ritno Kurniawan tekun membangun kawasan ekowisata di Hutan Gamaran.

Upayanya tersebut tidak hanya berhasil mengurangi aktivitas pembalakan liar hingga 80%, tetapi juga menciptakan sumber penghidupan baru bagi warga lokal yang kini ikut mengelola wisata alam di sana.

Kesuksesan ini diakui secara nasional, ketika Ritno menerima penghargaan SATU Indonesia Awards pada tahun 2017 di bidang lingkungan. Sebuah apresiasi yang membanggakan bagi dirinya dan masyarakat setempat.

Sebagai seorang putra daerah yang kembali untuk membangun kampung halamannya, Ritno menunjukkan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari tempat asal kita masing-masing.

Dengan kejelian melihat potensi alam sekitar, siapapun bisa berhasil mengangkat nama daerahnya sekaligus membantu menjaga kelestarian hutan.

Kini, kawasan yang dulu terancam kerusakan berkat aktivitas ilegal justru menjadi destinasi wisata yang ramai dikunjungi, berkat dedikasi Ritno dan dukungan masyarakat.

Bagaimana dengan kalian? Saya yakin, Kalian juga pasti punya ide-ide besar yang menarik dan bisa bermanfaat untuk masyarakat luas dan untuk keberlangsungan bumi ini, bukan?

Kalau kalian punya ide-ide orisinil yang memiliki dampak positif bagi masyarakat maupun lingkungan yang berkelanjutan, segera daftarkan diri kalian sebagai individu atau kelompok di website https://www.astra.co.id/satu-indonesia-awards, siapa tahu kalian bisa terpilih menjadi salah satu finalis di tingkat provinsi maupun nasional.



Comments

Popular posts from this blog

7 Pantai Paling Terkenal di Bali selain Pantai Kuta

6 Alasan Mengapa Bali Begitu Menakjubkan